Merajut Asa ke Negeri Kincir Angin

 


Jatinangor, 4 Mei 2019. Saya yang saat ini duduk di bangku perkuliahan Ilmu Sejarah Universitas Padjadjaran semester 6 sedang asyik bermain smartphone di kantin. Kemudian ada satu postingan dari PPI Belanda[1] yang menarik untuk saya lihat. Postingan itu tentang 2nd International Conference on Indonesian Development (ICID 2.0). Konferensi ini dilaksanakan tanggal 19-21 September 2019 di Erasmus University Rotterdam, Belanda Dalam postingan tersebut, PPI mencari mahasiswa dan peneliti Indonesia untuk mencurahkan pemikiran tentang perkembangan Indonesia di berbagai aspek dalam bentuk paper and poster research, agar nantinya bisa didiskusikan bersama peneliti di Belanda. 

Terkait dengan acara tersebut, saya sejak kecil selalu prihatin dengan kondisi lingkungan di Jakarta. Terutama dengan kondisi pengairan yang kurang maksimal hingga kerap kali terjadi banjir di Jakarta. Dengan bekal ide tersebut, akhirnya saya memberanikan diri untuk mendaftar konferensi tersebut dengan mengambil aspek lingkungan dan berencana membuat poster. Lalu saya mengajak teman saya yaitu Arif Fajar dan Indra Kusuma untuk membantu saya dalam melakukan penelitian. Kebetulan bulan Mei perkuliahan sudah memasuki libur semester, maka saya memanfaatkan waktu tersebut dengan melakukan riset di Jakarta. Penelitian ini kami beri judul The Sinking of Jakarta (In Facing the Declining of Land and Increasing of Sea Water.  Meskipun saya bukan berlatar belakang geologi, saya menggunakan mix method. Kami memulai riset dengan menelusuri beberapa perpustakaan untuk mendapatkan sumber tertulis terkait sistem pengairan di Jakarta. Lalu kami melakukan survei ke wilayah Jakarta yang mengalami penurunan muka tanah yang signifikan, seperti daerah Kota Tua, Muara Angke dan sekitarnya. Dari hasil penelusuran tersebut ternyata hasilnya cukup mengejutkan. Sejak tahun 1975 sampai 2015, Jakarta mengalami penurunan muka tanah sepanjang 4 meter dan diprediksi akan tenggelam di tahun 2050[2]. Penelitian awal ini kami lakukan dari pertengahan Mei sampai akhir Juni beserta pembuatan posternya. Setelah penelitian dan pembuatan poster selesai, kami akhirnya mengirimkan poster tersebut ke PPI Belanda dengan harapan hasil pemikiran kami bisa diterima oleh panitia konferensi tanggal 29 Juni 2019. 

1 bulan berlalu, kami menunggu hasil dari penelitian singkat kami yang seharusnya diberi tahu pertengahan bulan Juli. Saya pun berdoa kepada Allah SWT agar mendapatkan hasil yang memuaskan Akhirnya tanggal 7 Agustus 2019 pihak panitia mengirimkan e-mail ke saya. Ternyata isi pesan ini berisi hasil poster kami yang lolos seleksi dan layak dipresentasikan di ICID 2.0., Belanda. Tentu saja saya terkejut dan bahagia bukan main, begitu juga dengan teman saya. Namun kebahagiaan itu perlahan memudar setelah saya membaca lanjutan pesan tersebut dengan permohonan maaf karena keterlambatan pengumuman yang seharusnya dikirimkan beberapa minggu sebelumnya. Muncul dalam otak saya dengan satu pertanyaan mengkhawatirkan, bagaimana cara kami kesana dalam waktu sebulan? Kami belum mempersiapkan dokumen yang dibutuhkan, begitu pula dengan keadaan finansial kami yang dipastikan tidak mampu untuk keluar negeri. Kami bertiga berdiskusi apakah lanjut atau tidak. Indra memutuskan untuk mengundurkan diri dari projek ini, namun Arif masih mau melanjutkan bersama saya. Akhirnya tinggal kami berdua yang harus mengurus berkas keluar negeri (visa dan paspor), penelitian lanjutan, serta sponsor karena kami keterbatasan biaya dalam waktu sebulan.

Singkat cerita, akhirnya kami berhasil mengurus perihal tersebut dalam sebulan meski terdapat rintangan. Seperti penyetujuan visa Schengen yang baru muncul 3 hari sebelum keberangkatan serta pihak kampus yang tidak membiayai kami padahal kami membawa nama mereka. Namun dengan dana yang kami dapat dari sponsor, kami berhasil berangkat ke Belanda tanggal 16 September 2019. Kami mengahadiri konferensi tersebut di Erasmus University yang dihadiri oleh Agus Yudhoyono, Nicolette Matthijsen, dll. Tanggal 21 September kami mempresentasikan hasil penelitian kami kepada mahasiswa dan peneliti dari Belanda. Tak lupa dengan memberikan solusi dari riset kami. Cukup mendebarkan karena ini pengalaman saya berpresentasi menggunakan bahasa Inggris namun akhirnya berjalan dengan lancar. Setelah itu kami berwisata ke kota-kota di Belanda, seperti Rotterdam dan Leiden.

Ada yang bisa dipetik dari pengalaman saya ini, dengan kita peka terhadap permasalahan sekecil apapun di lingkungan sekitar, maka kita berkontribusi dalam membangun negeri ini. Semoga pengalaman saya ini bisa menjadi faedah bagi yang membaca tentang arti keyakinan dan pantang menyerah.




Masjid yang sudah terendam air laut (Dok.Pribadi)


Saya dan Arif sedang presentasi hasil penelitian kami (Dok.ICID 2.0)




Berfoto di Erasmus University (Dok.Pribadi)

 



[1] PPI Belanda adalah perhimpunan pelajar Indonesia yang sedang berkuliah di Belanda.

[2] Land Subsidence of Jakarta (Indonesia) and it’s Relation with Urban Development, Heri Andreas, 2016.

Komentar

Postingan Populer